Pada Mulanya Adalah Kehendak Baik

Pada mulanya adalah kehendak baik untuk membagikan segala informasi mengenai Dempo. Dalam perjalanan waktu saya menyadari ada yang berubah. Tidak lagi DEMPO yang ingin kubagikan, tetapi diriku sendiri. 
Untuk semua ini saya minta maaf. Bahkan ketika saya harus menggunakan nama DEMPO untuk blog ini. Dulu saya begitu percaya diri bahwa akan selamanya di sini, namun benar kata pengkhotbah, segala sesuatu ada waktunya. Ada waktu untuk menangis ada waktu untuk tertawa. Ia menjadikan segala sesuatu indah pada waktunya. Alangkah indahnya jika semua berjalan sepertiyang dirancangkan-Nya.
Jika nantinya, pada waktu yang telah ditetapkan-Nya, saya tidak di DEMPO lagi perkenankan saya tetap memakai nama DEMPO ini. Saya telah telanjur mencintainya. Saya berusaha tidak akan mengecewakannya, di mana pun saya akan berada. 

Tuhan memberkati
romo waris

Monday, August 4, 2008

Kesenian Kita

Makin banyak mahasiswa asing kuliah di ISI.Demikian judul berita di KOMPAS.COM tanggal 4 Agustus 2008. Hal ini bisa membanggakan sekaligus memprihatinkan. Membanggakan karena semakin banyak orang luar negri yang mempelajari kebudayaan dan kesenian Indonesia. Hal ini sekaligus memprihatinkan, sebab minat dari orang muda Indonesia untuk mempelajari kebudayaan/keseniannya makin sedikit.

Beberapa waktu yang lalu saya getol mengkampanyekan cinta kesenian local. Caranya tentu dengan mengenalnya, kemudian mencoba mempelajarinya. Forum / wadah yang paling mudah melakukan ini adalah sekolah. Mengajarkan kebudayaan dan kesenian menjadi suatu keharusan. Jika tidak diperkenalkan, kita tidak bisa berharapbahwa mereka akan mempelajari sendiri.
Selain sekolah yang mempromosikannya, pihak direktorat pendidikan (mewakili pemerintah) mesti memiliki kebijakan serupa. Mereka mesti mau mendukung usaha tiap sekolah yang mencoba mengembangkan pengajaran kesenian daerah di sekolahnya. Caranya tentu menyiapkan guru-guru yang mampu mengajarkan hal itu.
Sungguh mengenaskan jika segala usaha dan niat baik untuk melestarikan kebudayaan dan keseniandaerah ini terganjaloleh tiadanya guru yang mampu mengajarkannya. Seperti yang saya tulis dalam kisah Gamelan Kami Merana, di sana saya mencoba mengangkan apa yang terjadi di DEMPO. Memiliki seperangkat alat gamelan yang bagus (bahkan dua perangkat, satu slendro dansatu pelog).Namun pelajaran gamelan tidak bisa dilaksanakan karena tiadanya guru yang mampu mengajarkannya. Mencoba mencari guru dari luar, dari dewan kesenian, sama susahnya. Merekamematok ongkos yang sangat mahal, tentu saja sekolah tidak mampu.
Jika kita tidak mencoba mencari jalan keluar dari masalah ini, suatau saat kita akan mempelajari kebudayaan dan kesenian kita dari orang lain. Tentu kita tidaka berharap bahwa hal itu terjadi. Terus apa yang mesti kita lakukan? …….


No comments: