Pada Mulanya Adalah Kehendak Baik

Pada mulanya adalah kehendak baik untuk membagikan segala informasi mengenai Dempo. Dalam perjalanan waktu saya menyadari ada yang berubah. Tidak lagi DEMPO yang ingin kubagikan, tetapi diriku sendiri. 
Untuk semua ini saya minta maaf. Bahkan ketika saya harus menggunakan nama DEMPO untuk blog ini. Dulu saya begitu percaya diri bahwa akan selamanya di sini, namun benar kata pengkhotbah, segala sesuatu ada waktunya. Ada waktu untuk menangis ada waktu untuk tertawa. Ia menjadikan segala sesuatu indah pada waktunya. Alangkah indahnya jika semua berjalan sepertiyang dirancangkan-Nya.
Jika nantinya, pada waktu yang telah ditetapkan-Nya, saya tidak di DEMPO lagi perkenankan saya tetap memakai nama DEMPO ini. Saya telah telanjur mencintainya. Saya berusaha tidak akan mengecewakannya, di mana pun saya akan berada. 

Tuhan memberkati
romo waris

Monday, August 11, 2008

pohon genitu



Ini gambar pohon genitu yang saya ceritakan. Di bawah pohon inilah banyak kenangan tersimpan.
Saya bagikan di sini bukan hanya tulisan saya, tetapi tulisan Pak Bintang Nugroho, yang banyak berkisah mengenai awal mula malam genitu. Sangat layak kita baca. Generasi telah berganti, kreativitas jangan pernah mati,semangat mesti tetap berkobar.


Romo Waris yang puitis,
saya Bintang, pemuja pohon genitu Dempo sejak Januari 1976 sampai seterusnya. Meski lama sekali tidak menengoknya, genitu tetap tumbuh subur dalam ingatan saya. Daunnya yang dua warna, tajuknya menyediakan teduh yang luas, buahnya sehijau apel, daging buahnya, getahnya mirip sawo namun putihnya mengingatkan akan daging durian, betapa eksotis.
Genitu ( ada juga yang melafalkannya Kenitu) adalah bunyi nama yang ajaib, yang hanya dikenal di lokal Malang dan sekitarnya. Bisa jadi bersumber dari nama botanisnya Chrysopyllum cainito. Kainito, kenitu, genitu yah lumayan bersajak, bukan ? Nama lokalnya di Jakarta sawo duren , common-name : ‘star apple’.
Saya tidak tahu kapan ketiga pohon itu ditanam, apalagi oleh siapa.
Tahun 1977 kami beberapa siswa Dempo tergila-gila akan musik Harry Roesli / Leo Kristi , teater Rendra dan puisi mbeling Remi Silado, dan juga ’poetry singing’nya (Sapto?) Raharjo. Di antaranya beberapa anak Seminaris Marianum. Wah asyik nih kalau buat acara pembacaan puisi diselingi musik di luar aula (standar). Pilih2 tempat, ketemulah pohon Genitu, satu-satunya pohon rindang di dalam taman tengah sekolah. (Lainnya, palem kuning, cemara dan pinus )
Kami menabalkan nama PESTA PUISI GENITU, yang ditekadkan dibuat sebulan sekali ! Ya tidak perlu merasa nekad wong tidak perlu biaya... Semua alat musik akustik, tanpa sound system, tanpa listrik. Paling2 minta ijin (banyak tidaknya) menggelandang piano dari Ruang PPSK ( skarang OSIS ) ke serambi yang paling dekat dengan pohon Genitu. ( itu sebabnya, piano jadi fales karena keseringan dipindah-pindah) .
Suguhan dihidangkan oleh yang datang, bawa dari rumah/toko/halaman masing-masing. Asal ada yang nunjuk, pasti terlaksana : Yoni bawa pencit, Sindu bikin sambelnya, Sopo Maneh ojo lali nggowo kacang, ... wis cukup. Oh iya, minuman teh disiapkan oleh Pak Kebon ( saya lupa namanya) karena harus merebus air, menyeduh tehnya dalam teko besar dan menyuguhkan berikut gelas-gelas belimbing inventaris sekolah. Sungguh spontan, liar dan ekspresif. Buku2 lagu dan buku2 puisi selalu tersedia untuk yang spontan mau tampil.
Maka saat temaram senja, Purwadi (seminaris) membacakan puisinya yang asli orisinil indah. Dan entah darimana gagasannya muncul, seorang siswa yang hanya mampir nonton setelah latihan basket dipaksa maju baca puisi di ’mimbar’ untuk pertama kalinya, bahkan satu-satunya dalam hidup. Teman2 yang les piano melulu / les gitar klasik yang serious itu, tapi jarang pentas, terilhami juga untuk tampil di bawah pohon genitu yang tidak terbayangkan babarblas.
Pesta Puisi Genitu kemudian menjadi MALAM GENITU yang digerakkan oleh kawan2 berikutnya.. Saya sudah lulus / mendekati kelulusan ( bisa juga sudah punya pacar jadi wahana romantik pindah ke ruang-ruang yang kurang publik ) Sangat boleh jadi PPGenitu bukan awal, namun penggalan di tengah sejarah kecintaan kita pada si genitu sawo duren van cainito itu.
Genitu menyaksikan semua tanda cinta itu, dan dia senang. Itu sebabnya tumbuhnya semangat, prima. (Kelak saya belajar bahwa tumbuhan yang disapa dengan riang, disenangkan dengan lagu, dipuji dan diharapkan, akan membalas kasih sayang manusia dengan bertumbuh lebih baik.)
Jangan sebut sudah tua, pohon genitu bisa berumur duaratus, limaratus, seribu tahun. Kerelaannya digantikan oleh yang muda tidak ditandai oleh rapuhnya dahan tapi oleh menyebarnya buah dan bijinya. Yang ada hanyalah pohon yang merana, kesepian ditinggalkan salam dan sapaan, tak berniat berumur panjang karena merasa sudah kurang bermanfaat lagi.
Demikian halnya Dempo kita.
Dempo masih muda, 72 tahun belum lagi separoh baya. Dempo bisa berabad-abad umurnya, asalkan dia sungguh mendidik orang muda. Doa, terimakasih dan kecintaan para siswa, orangtua siswa dan para alumni, itulah makanan kesehatan yang menjaga daya hidup, daya juang dan daya saing sekolah seperti Dempo. Budaya Sekolah Dempo telah membangun nasibnya hari ini dan masa depan : jadi sekolah yang hidup atau sesungguhnya telah kedaluwarsa. Guru, Kepala Sekolah dan Siswa2 boleh dan selalu berganti. Yang muda menggantikan yang tua. Tapi semuanya menuliskan sejarahnya sendiri, bukan melanjutkan sejarah pendahulunya.
Pohon genitu hari ini hanya ’seperti’ genitu 30 tahun yang lalu. Sejatinya, tak ada satu sel pun dalam pohon itu adalah sel 30 tahun lalu. Semuanya selnya baru tapi genitu tidak menjadi pisang atau bambu, sungguhpun pisang menyehatkan dan bambu menggantikan kayu kita hari ini. Genitu 30 tahun lalu, tidak berebut cahaya matahari seperti genitu hari ini, mereka tidak kepelepegan dibekap polusi. Dempo yang Rm Waris warisi dan pimpin hari ini cukup alasan untuk sekarat, namun kenyataan jauh lebih baik daripada itu. Adalah tidak ’genitu’, menyandingkan Dempo Romo Waris dan Dempo Romo Sis. Masing-masing dipanggil untuk menjadi genitu pada jamannya.
Dempo Selamat Ulang Tahun.
Engkau tetap bermakna asal selalu jadi jawaban jaman.
Terbelenggu masa lalu, cuma membenarkan sesuatu tinggal dalam museum.
Kalau keteduhan genitu bukan pelindung dari terik dan hujan,
tapi jadi ruang sembunyi, baiklah kita ambil kapak dan menebangnya.
Dempo Selamat Datang di Gerbang Dempo Masa Depan.

Salam,
Bintang


3 comments:

Winda Carmelita said...

tapii. pohonnya skarang ga ada? T_T belom njamani pohonnya, suda ditebang yaaaa??

MoRis HK said...

Win, itu pohon di depan kelas XIIS1 itu namanya pohon Genitu. Pohon itu tahan ratusan tahun.

Winda Carmelita said...

woo iya kah? hahaha. saya ndak tahu jenis2 pohon dan jarang lewat situ siih :P